di satu hari di minggu lalu, ketika saya sedang melewati jalan rasuna said, tiba-tiba saya teringat akan sebuah puisi Indian Amerika untuk seorang ibu yang melahirkan.
before you were conceived, i wanted you
before you were born, i loved you
before you were here a minute ago,
i would die for you ...
with the heavens as witness,
i make my vows to forever
love you with all my heart ...
kemudian saya teringat akan adik dan keponakan saya. saya teringat cerita adik saya bagaimana sakitnya melahirkan masyu, bagaimana ia harus bangun subuh-subuh menyusui, menghadapi masyu yang rewel seorang diri, membawanya ke dokter kalau ia sakit dan mengasuhnya sampai akhirnya sekarang masyu menginjak masa sekolah.
apa yang adik saya lakukan ke anaknya adalah juga apa yang ibu saya lakukan ke saya. saya masih ingat ketika ibu saya membawa saya ke rumah sakit karena kenakalan saya masih kecil, merawat saya setiap kali sakit walaupun disertai omelan karena saya malas makan buah, dan bagaimana ia dengan sabar dan kasih ada di samping saya yang sedang kesakitan karena operasi usus buntu yang seharusnya berjalan hanya satu jam saja diperpanjang menjadi tiga jam.
hidup dan waktu terus berjalan detik demi detik. bayi-bayi akan lahir setiap detik, orang-orang tua akan meninggalkan dunia setiap detik pula.
tapi di tengah-tengah itu, ada sebuah ikatan batin yang kuat antara kita dan orang yang melahirkan dan menjadikan kita seperti sekarang ini. ketika kecil, kita diasuh dan dibesarkan karena kita adalah amanah Tuhan yang diberikan kepada mereka di dunia. ketika besar dan mereka menjadi tua, kita bantu mereka dengan bakti dan tulang punggung untuk memudahkan tanggung jawab mereka terhadap amanah yang diberikan itu.
ketika melewati jalan rasuna said hari senin malam kemarin, saya membawa seorang ayah yang cemas dan seorang ibu yang terduduk lemah.
ibu saya sedang sakit.